Resensi Buku "Bukan Emak Biasa"


Judul buku     : Bukan Emak Biasa

Penulis           : Fitri Ariyanti Abidin

Penerbit          : P.T Kaba Media Internusa

Tahun Terbit  : Desember 2015

ISBN             :  978 - 602 - 71874 - 9 - 8



Membaca judul buku ini bisa jadi kita terjebak, apalagi saat menelusuri latar belakang penulisnya yang seorang psikolog anak, plus sebagai working mom dengan segudang prestasi yang kebetulan memiliki 4 orang anak dengan deretan prestasi juga.


Bisa jadi kita mengira isi buku ini dipenuhi berbagai macam tips dan trik tentang bagaimana sih menjadikan anak-anak selalu hebat, atau mungkin juga kita menebak..waah... Kayaknya isinya akan dipenuhi dengan tips dan trik tentang bagaimana menjadi ibu super ideal yang tanpa cacat sesuai dengan standar ideal ilmu parenting yang kebanyakan beredar selama ini. 



No... No... No... Sayangnya tebakan itu salah total, bukan... buku ini ga ngomongin soal itu ? Loh kok ?? Jadi ngomongin apa dong ? Inilah yang bikin buku ini terasa "bukan buku biasa", karena isinya bukan "ceramah" soal teori pendidikan anak atau teori jadi ibu ideal, seperti yang sering kita temui pada kebanyakan buku parenting lainnya.



Terus jadi isinya apa dong ?!



Dibawah judul buku, tertulis kalimat sub judulnya yaitu "refleksi psikologis pengasuhan anak". Naah... aslinya itulah yang diceritakan dalam buku ini, hampir semua kisah yang ditulis dalam buku ini semacam "muhasabah diri" sang penulis saat mengasuh anak-anaknya. Betapa dengan profesinya sebagai seorang psikolog tidak lantas membuatnya mudah "membumikan" semua ilmu yang dimilikinya saat harus mengasuh keempat anaknya. 



Dalam kata pengantar dengan segala kerendahhatiannya penulis berkata "psikologi itu untuk anda, bukan untuk saya". 



Seloroh itu diungkapkan sekedar menggambarkan bahwa ilmu yang didapatkan penulis atas nama profesinya sebagai seorang psikolog ternyata tidak serta merta membuat perjuangannya dalam mengasuh anak menjadi lebih ringan, tetap saja penuh tantangan, tetap saja ada galau, ada stres dan bahkan ada airmata. 



Yang terasa luar biasa buat saya yaitu kemampuan beliau dalam menarik hikmah dari semua kumpulan fragmen yang dia kisahkan dalam seluruh buku ini. 



Ya.. Semua tulisan yang ada dalam buku ini memang merupakan kumpulan fragmen kisah kesehariannya dalam mengasuh keempat anaknya. Ditulis dalam bahasa ala blogger yang sangat ringan, namun memiliki muatan "berisi" karena kemampuan beliau membingkai masing-masing fragmen      tersebut menjadi kumpulan kisah penuh hikmah yang bikin nyesss hati pembaca. 



It's like a magic... Banyak teori-teori berat yang dia ambil dari buku textbook mendadak berubah menjadi bahasa ringan khas nya gaya blogger gitu deh, karena awalnya kumpulan kisah ini beliau ditulis dalam blog pribadinya.


Penasaran mau ngintip dikit ga bukunya ? Yuki... mariiiii !!

Diawali pada bab pembuka dengan judul " Nyala Api Kehidupanmu, Nikmatilah", dalam fragmen ini di awal kisah penulis bercerita tentang stres nya beliau dalam menghadapi anak bungsunya yang bernama Azzam, yang kebetulan lagi hobi banget sama nangis, terus nyambung dengan cerita berbagai kerepotan lain saat harus mengurus semua anaknya, hingga dirinya merasa "ter-occupied" oleh urusan anak tersebut. Namun di ending cerita beliau baru sadar bahwa nyala api kehidupannya justru dari segala kerepotan yang dia hadapi saat harus mengurus semua anaknya. Yang bikin touching banget yaitu pas beliau cerita lagi belanja ke pasar ternyata dia merasa hampa karena ga jadi beliin makanan untuk anak-anaknya yang kebetulan lagi liburan di rumah neneknya. Betapa akhirnya beliau baru "ngeh" bahwa kerepotannya selama ini yang membuat dirinya merasa begitu berarti, karena saat anak-anak ga ada bahkan ke pasar aja jadi ga semangat.


Lalu masuk ke fragmen berikutnya yang berjudul "Who Is Our Children's True Love", yang menarik dari kisah ini dengan jujurnya beliau menceritakan kegamangannya sebagai seorang working mom yang khawatir kehilangan cinta anaknya karena harus rebutan "cinta" dengan pengasuh, dan betapa bahagianya beliau saat mendapati anaknya ternyata tetap mencarinya di saat sakit. Haha. Ada satu textbox bagus dalam bab ini yaitu : "Salah satu indikator seseorang itu menjadi figur kelekatan emosi buat anak adalah ketika figur tersebut dicari anak saat mereka merasakan emosi negatif"



Masuk pada bab yang berjudul "Film-film Pixar, Franklin The Turtle, Sinetron Indonesia dan Umar Bin Khatab", dalam fragmen ini penulis bertutur tentang kesukaan beliau pada karakter tokoh-tokoh film produksi Pixar karena sering menampilkan sosok tak sempurna sebagai tokoh utamanya, dimana ini susah ditemukan pada sinetron indonesia. Kebanyakan tokoh pada sinetron indonesia menampilkan sosok yang kalau baik yaa baik banget dan kalau jahat pun jahat banget, sehingga penggalian emosinya pun terasa dangkal. Dan penulis juga mengulas kisah Umar Bin Khatab seorang yang dijamin masuk surga, padahal memiliki kekurangan yaitu pembawaannya yang keras dan kasar, penulis menitikberatkan betapa penerimaan tulus atas kekurangan pada diri umar itulah justru yang mampu mengantarkan umar ke surga. Pesan besar yang ingin dibawa penulis pada fragmen ini yaitu betapa penerimaan atas kekurangan itu sangat penting, karena di titik itulah akan terbuka banyak kekuatan. Begini kutipan kalimatnya "menampilkan diri sebagai orangtua sempurna yang tak pernah melakukan kesalahan itu banyak jebakannya. Pelajaran penting yang di dapat anak saat melihat kita begitu sempurna amat sedikit dibandingkan ketika mereka melihat kita melakukan kesalahan dan berusaha memperbaikinya, atau saat mereka melihat kita mengalami kesulitan dan kita berjuang mengatasinya."


Tentu saja masih banyak kisah lain yang ditemukan dalam buku ini, sengaja saya hanya ambil 3 bab saja biar makin penasaran, karena yang lainnya mah lebih seru hehehe.


Kesimpulan besar yang berhasil saya petik dari buku ini yaitu penulis memiliki kekuatan mendengar dan menyimak yang sangat luar biasa, karena bingkai-bingkai yang dia susun pada semua fragmen kisahnya rasanya sulit ditemukan pada orang yang tidak sanggup menegakkan indra pendengarannya dengan maksimal. Rasa cintanya yang besar pada anak plus rasa cintanya yang besar juga pada profesinya membuat beliau mampu menghayati perannya sebagai ibu plus profesinya seorang psikolog, dimana rasa "unconditional love" nya itu krasa banget membuncah pada semua penuturan kisah yang ada dalam buku ini. Mendadak saya kangen dengan sesi konsul dengan beliau, secara saya pernah ngoceh selama hampir 1 jam lebih tanpa jeda dan beliau asli "hanya" duduk diam menyimak dengan seksama,  itu belum ditambah dengan chattingan WA saya yang suka "ujug-ujug" datang ga pake ngeliat jam...hahah.


Satu pesan beliau untuk ibu-ibu semua, bahwa sifat RahmanNya Allah sesungguhnya sudah Allah titipkan pada rahim semua ibu, karena dari sanalah anak-anak kita dilahirkan, sehingga potensi menjadi ibu yang baik itu memang sudah ada, namun batasan baiknya seperti apa sesungguhnya setiap ibu memiliki keunikannya sendiri, begini kutipan lengkapnya :

Buat saya, gambaran ibu yang istimewa itu, tak dibatasi dimensi-dimensi “kasat mata”- bekerja atau tidak bekerja, homeschooling atau tidak, berhati lembut atau tidak, atau hal-hal lain yang sering digambarkan sebagai ibu ideal. Buat saya, yang paling memesona dari seorang ibu adalah, saat ia menjadi “dirinya sendiri”. Dengan gayanya, keunikannya, keresahannya, tapi terus bergerak. Ia menangis, tapi tak menyerah. Maka, siapapun bisa jadi ibu yang istimewa. Buat saya, semua ibu adalah istimewa.





Comments

Fitri Ariyanti said…
Huaa.....berkaca-kaca ;)
Vhoy Syazwana said…
Resensinya menraik, Mak. Jadi penasaran sama bukunya hihihi
Suka banget sama paragraf terakhir ^_^
Turis Cantik said…
Saya lagi penasaran sama buku ini thanks mak atas reviewnya makin pengen beli ;)

Popular posts from this blog

Review Milad Pernikahan ke-2 (Part 1)

Adlerian Therapy (Alfred Adler 1870 - 1937)

Review "Out of The Truck Box"