Pulang ke Hatimu


Ini bukan resensi 



Seperti sedang berada dibawah air terjun dimana saya "mendadak" terkena efek sejuknya, begitu lah yang saya rasakan saat membaca novel ini. Sebuah novel yang sarat akan pesan moral, dengan hiasan pilihan kalimat sastra yang luar biasa, namun anehnya saya hanya menghabiskan waktu 3 jam saja untuk menamatkan buku ini. Karena jujur saja, saya ini paling puyeng baca novel-novel yang terlalu "nyastra", terakhir baca novel yang kental banget bahasa "sastra"nya yaitu  novel "Tanah Tabu" yang katanya juara lomba novel DKJ (tahunnya lupa), dan swear....saya ngga ngerti sama sekali itu novel lagi ngomongin apa...haduh :-P :-)). Tentu saja bukan karena novel "Tanah Tabu" itu jelek, kalau jelek ga mungkin jadi juara dong :-), yaa...hanya masalah selera laah, saya yang masih awam begini, terkadang merasa terlalu berat untuk "mengunyah" bahasa-bahasa sastra.


Namun anehnya, ini tidak saya rasakan saat membaca karya mba brina ini, dalam hati saya berdecak kagum, gimana caranya yaa bikin kalimat-kalimat yang nyastra abis begini, tapi bisa begitu terasa membumi, dan nembus ke hati. Saat awal saya membaca novelnya, saya sedang berada di dalam kamar dimana ketiga anak saya lagi hiruk pikuknya main loncat-loncatan di atas kasur, sehingga berisiknya bukan main. Sesaat kemudian terjadi keajaiban karena saya mendadak merasa keberisikan hebohnya suara anak-anak seolah melenyap pelan-pelan saat saya mulai larut menikmati halaman demi halaman novel ini. Sampai akhirnya hati saya menjadi hening dan diri ini seolah tersedot masuk ke dalam novelnya berkumpul dengan semua tokoh-tokohnya, dan keberisikan suara anak-anak sama sekali tidak mengganggu keheningan hati yang "mendadak" terasa saat itu.


Sebuah novel yang mengambil tanah Timor Timur sebagai setting tempatnya, lengkap dengan kejadian huru-haranya saat wilayah itu terlepas dari negara kita. Walau menceritakan huru-hara Timor-Timur, namun novel ini minim sekali konflik. Secara pribadi, saya mengenal mba brina memang orang yang lembut sekali hatinya, dan ini tergambar jelas dalam penuturan alur novelnya yang mengalir tenang dari awal sampai akhir. 


Walaupun minim konflik, namun saya sudah cukup dibuat puas menikmati "kesejukan"yang berhasil dibagi oleh penulisnya via penuturan kata-katanya yang indah. Sehingga membuat saya terlupa dengan anggapan banyak pembaca dan penulis (termasuk saya), bahwa konflik heboh dalam alur cerita itu ibarat bumbu penyedap yang diperlukan untuk "mempercantik" sebuah novel, ah...ngga perlu pake konflik banyak-banyak deh, kalau dengan kekuatan kata-kata menyentuhnya saja sudah berhasil menyihir pembacanya.

Oke deh...good luck buat mba Shabrina W.S. Bersyukur pada Allah, karena saya dipertemukan dengan dirinya, yang bukan saja seorang penulis hebat yang mampu menularkan semangat menulisnya pada saya, tapi juga seorang sahabat yang sangat perhatian pada kesusahan teman-temannya. Hiks...jadi terharu biru...uhuks.


Nungguin novel "BETANG" ada di tangan ah....ga sabarrrrrr pengen cepet baca :-D 

Comments

Shabrina Ws said…
Waah, makasih Mbak, sudah baca dan meluangkan waktu membuat catatannya.
Iya, kelemahan saya memang belum bisa bikin konflik yg cihui.
Betang juga gak heboh konfliknya, tapi mohon doanya, semoga bisa melahirkan kebaikan.aamiin.

Saya juga menunggu novel Mbak Rena yg "itu" :) semoga lancar dan berkah Mbak :)
rena puspa said…
sebenernya bacanya udah luama bangettttss beresnyaaa... tapi belummmm sempet teruuuss bikin catatannyaa


waahhh....cerita minim konfilk kok disebut kekurangan?? justru "khasnya" mba brina disitu....


untuk novel aku?? belum sekeren mba brina laaahhh...hihihi, tp udah cukup bikin aku seneng, krn bisa terbit di "quanta"...#apaseh hihi#

doain ya mbaa....msh nunggu respon hasil revisinya nih...

Popular posts from this blog

Review Milad Pernikahan ke-2 (Part 1)

Adlerian Therapy (Alfred Adler 1870 - 1937)

Review "Out of The Truck Box"