Melejitkan Potensi Diri Melalui Fitrah Ramadhan
Kedatangan
bulan ramadhan sudah di depan mata, semua orang bersemangat mempersiapkan diri
demi menyambutnya, kembali kepada fitrah begitu diyakini oleh banyak orang
dapat diraih dengan datangnya bulan ramadhan.
Lalu
sudahkah kita paham apa sih sebenarnya fitrah ?! Dan apa efeknya jika kondisi
diri kita kembali ke fitrah ?!Apakah benar kondisi fitrah itu dapat melejitkan
potensi diri kita ?!
Mari kita simak
hadits berikut :
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang
tua nya lah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun
seorang Majusi…” (H.R Bukhari Muslim)
Kutipan
hadits di atas seolah menjelaskan bahwa semua manusia itu dilahirkan dalam
keadaan fitrah, namun fitrah itu akan memudar bergantung pada pendidikan orang tuanya, lalu apa sih
fitrah itu ? mari kita simak kutipan ayat al-qur’an berikut :
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang
belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu ?” mereka
menjawab “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan “Sesungguhnya ketika
itu kami lengah terhadap ini.” (Al-A’raf; 172).
Berdasarkan
kutipan ayat di atas terlihat jelas apa definisi fitrah , yaitu pengakuan diri
tentang siapa sebenarnya Tuhan kita. Hal ini lah yang menyebabkan setiap
manusia sebenarnya memiiki naluri mencari Tuhan dalam hidupnya, maka muncullah
berbagai jenis Tuhan bagi orang-orang non muslim demi menyalurkan hasratnya
mencari Tuhan.
Lalu
apa sih efeknya jika kita mempertahankan kondisi fitrah dalam kehidupan kita ?
Mari
kita lihat kehidupan bayi, dalam kehidupan mereka dimana kondisi fitrahnya
masih terjaga utuh, ternyata perasaan bahagia begitu mudah diraih. Mungkin kita
sering mengamati kehidupan bayi, betapa rasa bahagia begitu terpancar jelas
dari tatapan matanya, bahkan hanya dengan berdekatan dengan mereka pun kita
dapat tertular rasa bahagia nya.
Dengan
kondisi itu pula, jiwa pembelajar seorang bayi terpancar optimal tanpa pernah
ada rasa takut gagal. Lihat saja saat dia belajar berjalan, seorang bayi terus
berusaha tiada henti mencoba meski badannya mungkin terluka saat dia
berkali-kali jatuh, namun di dalam pikirannya tidak terbersit sedikitpun
kegagalannya dia saat belajar berjalan akan membuat dirinya tidak bisa berjalan
di kemudian hari,
Lalu
mengapa jiwa pembelajar ini seolah memudar saat manusia sudah melewati fase
bayi nya? Karena seiring dengan berjalannya waktu, kondisi fitrah manusia pun
sudah tidak utuh lagi seperti bayi. Dorongan hawa nafsu dan sifat-sifat jelek lainnya
tanpa sadar menutupi fitrah sejati yang ada, sehingga mendapatkan rasa bahagia
sudah tidak semudah saat masa bayi lagi, dan jiwa pembelajar pun sudah tidak
optimal lagi disaat rasa bahagia yang dibawa oleh fitrah itu memudar. Akhirnya
potensi diri seorang manusia yang sudah berkurang posisi fitrahnya menjadi
tidak maksimal karena jiwa pembelajar dalam dirinya pun ikut berkurang.
Menurut
Sarwandi Eka Sarbini dalam bukunya yang berjudul “5 Mukjizat Manusia”,
disebutkan bahwa saat manusia diciptakan, sesungguhnya manusia itu diposisikan
paling mulia, bahkan lebih tinggi dibandingkan malaikat, dan manusia juga
memiliki tugas sebagai khalifah di bumi, sesuai dengan kutipan ayat berikut :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi,”
Mereka (para malaikat) bertanya,” Mengapa Engkau (Ya Tuhan kami) hendak
menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan
mensucikan-Mu?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui akan apa yang kamu
tidak mengetahuinya.” (Q.S. Al-Baqarah ; 30).
Berdasarkan
ayat di atas, sudah jelas terlihat betapa Allah memposisikan diri kita pada
kedudukan yang sangat mulia, bahkan ditugaskan sebagai khalifah di bumi. Dimana
definisi khalifah itu artinya pemimpin, yang memiliki sifat sebagai pemenang,
agen perbaikan, agen perubahan, inisiator dan penggerak.
Jadi
jika saja posisi semua manusia itu masih utuh sesuai fitrahnya, maka potensi
kekhalifahan yang sudah diberikan oleh Allah tersebut akan terpancar maksimal,
sehingga setiap manusia akan memiliki peluang untuk sukses dengan dirinya
masing-masing.
Lalu
mengapa banyak orang yang tidak sukses ? mengapa banyak orang yang gagal? Dan
mengapa banyak orang yang tidak paham bagaimana cara melejitkan potensi yang ada
pada dirinya ?
Kunci
nya adalah karena fitrah di dalam dirinya memudar, sehingga rasa bahagia
berkurang dan jiwa pembelajar pun hilang. Saat jiwa pembelajar hilang, maka
kemampuan untuk mengenal potensi diri pun kurang optimal, sehingga potensi
kekhalifahan yang seharusnya mampu mengantarkan setiap manusia menuju sukses
pun seolah tak mampu membuat manusia menjadi lebih baik dari hari ke hari.
Sifat-sifat
jelek seperti iri dengki, pesimis, buruk sangka, angkuh dan masih banyak lagi,
dipercaya dapat menyebabkan kondisi fitrah kita memudar, dan akhirnya kita
kehilangan potensi kekhalifahan, dan sukses pun menjadi begitu sulit diraih,
karena kita gagal mengenal potensi unik diri kita dan kita tidak tahu cara
memoles diri kita dengan potensi unik tersebut.
Padahal
saat posisi fitrah kita masih memancar maksimal, maka potensi kekhalifahan yang
ada akan mengantarkan kita pada kemampuan memimpin diri sendiri, sehingga kita
sanggup menjadi diri sendiri tanpa ada rasa ragu sedikitpun. Dan dengan cara
itu lah kita akan sanggup mencari sisi unik yang kita miliki, sekaligus berani
memoles sisi unik tersebut sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang
menakjubkan.
Luar
biasa ternyata ya potensi fitrah ini, karena saat kita berjuang keras
mempertahankannya maka potensi diri kita akan melejit optimal, sesuai dengan
anugerah kekhalifahan yang sudah Allah berikan saat kita dulu diciptakan.
Sebenarnya
sarana pengembalian fitrah ini sudah Allah beri melalui kewajiban berdoa dan
shalat fardhu dalam kehidupan kita sehari-hari, namun karena intensitasnya
kurang banyak, sehingga terasa begitu sulit memposisikannya dengan tepat betul
pada tempatnya.
Maka…
bulan ramadhan lah satu-satunya momen yang dipercaya dapat mengembalikan posisi
fitrah itu kembali sesuai tempatnya. Dengan siraman pahala yang berlipat-lipat
seharusnya mampu menghapus debu-debu hawa nafsu yang sudah menutupi kondisi
fitrah kita.
Disamping
itu perintah puasa nya sendiri, memungkinkan mekanisme fisiologis di dalam
tubuh seolah kembali normal, sehingga keseimbangan mekanisme fisiologis fisik
ini ternyata sanggup mempengaruhi keseimbangan mental secara signifikan.
Mari
kita sambut bulan ramadhan dengan sepenuh hati, siapkan fisik dan mental agar
momen pengembalian diri kepada fitrah ini tidak berlalu begitu saja, sehingga
saat ramadhan berakhir, posisi fitrah dapat berhasil kita raih, dimana itu akan
menjadi modal kita dalam melejitkan potensi diri kita di bulan-bulan
berikutnya.
Comments