Resensi "Haji Koboi"

 
Judul Buku               : Haji Koboi
Penulis                       : Rita Audriyanti
Penerbit                     : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
Tahun Terbit             : 2013
Tebal Halaman         : 160 halaman
ISBN                          : 978 – 602 – 251 – 114 – 4




Biasanya para calon jamaah haji yang akan berangkat ke sana selalu diberi kelengkapan dari departemen agama RI yaitu berupa buku saku tentang panduan beribadah haji, dimana didalamnya tertulis jelas apa saja rukun haji,  runutan jadwal kegiatan saat berada di sana, termasuk daftar barang-barang wajib yang harus dibawa. Namun saya sarankan, jangan hanya terpaku pada buku panduan haji dari DEPAG RI saja atau buku yang semisal dengan itu, usahakan banyak juga membaca buku-buku haji yang dikemas dalam bentuk buku travelling semacam buku haji backpacker ini, karena dalam buku haji backpacker betul-betul bercerita tentang pengalaman pribadi sang penulis, dimana pengalaman setiap orang seringkali berbeda, dan banyak sekali hal-hal yang bisa dijadikan informasi yang sangat bermanfaat saat kita berada disana. Kalau dalam buku panduan haji dari DEPAG RI atau buku-buku panduan haji lain yang ditulis hanya seputar teori saja, sedangkan buku haji backpacker biasanya berkisah langsung tentang kejadian-kejadian yang terjadi saat di tempat kejadian, dan biasa nya kondisi nya sangat berbeda jauh dari teori yang ada.
Buku “Haji Koboi” ini kebetulan ditulis oleh seseorang yang pernah menjadi mukimin disana selama 13 tahun, dan dia sudah melaksanakan haji hingga 6 kali dengan prosedur yang beragam dari masing-masing pelaksanaannya, sehingga buku ini benar-benar menyajikan informasi super lengkap, dari mulai urusan birokrasi, yaitu urusan surat-surat ijin, rangkaian prosesi hari tarwiyah yaitu momen 5 hari menuju puncak ibadah haji saat wukuf di Arafah, info-info seputar makanan, tukang cukur untuk tahalul, macam-macam penipuan yang sering terjadi, hingga cerita tentang “kamar barokah”.
Di bab awal, penulis bercerita tentang beberapa macam prosedur melaksanakan ibadah haji, dimana dia sendiri sudah melaksanakan haji sebanyak 6 kali dengan variasi prosedur yang beragam yaitu 2 kali via  paket resmi, 2 kali via paket semiresmi, dan 2 kali dengan cara haji koboi. Perbedaan dari masing-masing paket yaitu haji resmi ; paket ini biasanya memenuhi semua persyaratan sah menurut dalil-dalil agama dan peraturan pemerintah, paket haji semiresmi; paket haji ini memiliki surat ijin berhaji tidak sampai 100 %, sedangkan paket haji koboi yaitu paket haji tanpa surat kelengkapan haji sama sekali, namun dengan haji koboi justru tingkat efisien dan kekhusyuannya lebih tinggi, karena kita bisa menghilangkan hal-hal yang tidak perlu yang sering terjadi pada paket haji resmi dan semiresmi. Walau demikian haji koboi memang menuntut kesiapan fisik dan mental yang sangat luar biasa, karena semua prosedur haji betul-betul dilakukan mandiri,  jangan pernah mencoba paket haji yang ini kalau belum paham betul medan juangnya seperti apa, karena resiko nya cukup tinggi, terutama resiko ditangkap petugas dari pemerintah Arab Saudi ( halaman 3).
Prosesi hari tarwiyah yang berawal dari tanggal 8 dzulhijjah, kemudian lanjut dengan momen puncak ibadah haji yaitu wukuf di Arafah, thawaf ifadah dan sa’i, hingga ditutup dengan kegiatan melontar jumrah, diceritakan dengan penuh heroik oleh penulisnya, sehingga membuat saya sedikit berkaca-kaca saat membacanya dan merasakan keharuan mendalam yang berhasil disampaikan oleh sang penulis. Dengan menyimak pengalamannya saya jadi paham, bahwa penting sekali mengetahui rukun haji yang dicontohkan rasul itu seperti apa, karena saat pelaksanaan, terutama untuk paket haji resmi yang diberangkatkan dari Indonesia, seringkali rukun-rukun haji tidak terlaksana dengan sempurna karena terbentur oleh peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah Arab Saudi, maksud mereka baik agar tidak terjadi tumpukan jamaah di satu titik pada saat bersamaan, namun waktu-waktu afdhol menjadi tidak tercapai, bahkan urutan prosesi nya pun sering dibolak-balik sehingga tidak sesuai lagi dengan tuntunan rasul. Nah dengan pengetahuan yang dibagi penulis dalam buku ini, kita menjadi punya bayangan trik apa kira-kira yang harus dipikirkan, sehingga waktu-waktu afdhol tetap tercapai, dan urutan rukun haji nya pun bisa terlaksana sesuai tuntunan rasul, namun tetap bisa menembus “birokrasi” yang ada.
Dalam bab-bab akhir, penulis bercerita tentang macam-macam penipuan yang kerap terjadi disana, contoh yang paling sering terjadi yaitu ada nya calo hajar aswad, dimana jamaah haji sering diperas oleh para calo hajar aswad dengan iming-iming kemudahan mencium hajar aswad yang menjadi mimpi nya banyak jamaah haji. Hendaknya berhati-hati dengan modus penipuan seperti ini, lagipula lebih baik fokuskan saja ibadah haji kepada rukun haji nya dulu, karena seringnya adegan berhasil mencium hajar aswad hanya dijadikan sebagai ajang “riya” nya para jamaah, bahkan ada yang lebih parah, hajar aswad dijadikan tempat penyembahan untuk mendapatkan berkah, duh…kalau itu sudah termasuk musyrik namanya (halaman 107)
Selain bercerita tentang macam-macam kasus penipuan yang terjadi disana, penulis juga bercerita tentang “kamar barokah” yaitu kamar bagi pasangan suami istri yang ingin melakukan “hubungan suami istri”. Untuk yang belum melakukan ibadah haji mungkin akan tertawa membacanya, namun “urusan” ini justru sering memancing keributan pasangan suami istri pada momen haji, karena dengan tingkat stress yang tinggi biasanya memancing “gairah” lebih tinggi juga, namun tempat untuk “melakukannya” tidak ada (terutama untuk jamaah haji regular dari Indonesia, karena tempat tidur jamaah yang bercampur baur) dan yang namanya “kebutuhan” kalau tidak disalurkan memang akan berefek buruk, nah…fasilitas “kamar barokah ini memang menjadi solusinya (halaman 123).
Yang paling menarik dari buku ini adalah disisipkannya tips singkat di akhir setiap bab, dengan tips-tips nya yang cukup mendetail, dan ini mungkin tidak akan ditemukan dalam buku panduan haji dari DEPAG RI atau lembaga bimbingan haji, contoh tips nya yaitu kenali pintu-pintu darurat selama di perkemahan, baik di Arafah maupun Mina, dan siapkan krim anti nyamuk di kawasan yang padat, atau tips yang lainnya seperti : tidak ada salahnya menghafal beberapa kata penting dalam bahasa arab, seperti syukron (terima kasih), afwan (maaf), away (ya) dan la (tidak), dan masih banyak tips lainnya lagi yang sangat bermanfaat, karena jumlah keseluruhan bab ada 35, maka tips yang disisipkan pun berjumlah 35.
Saya sendiri sudah pernah melaksanakan ibadah haji 3 tahun yang lalu, namun saya merasa pengetahuan saya bertambah banyak setelah membaca buku ini. Disamping itu karena penuturan bahasanya sangat mengalir, saya betul-betul dibuat larut oleh semua kisah-kisahnya sehingga mendadak saya seolah sedang hadir berada disana.
Sebuah buku yang layak dibaca oleh semua kalangan, untuk yang “akan” berangkat haji insya allah akan mendapat bekal informasi yang sangat lengkap, untuk yang “pernah” berhaji, dapat memunculkan kembali memori indah yang pernah terjadi saat berada di sana, sedang bagi yang belum punya niat sama sekali, mungkin akan membangkitkan semangat sehingga niat ingin berhaji pun mulai disemai di dalam hati setelah membaca buku ini.

 #ternyata artikel ini dimuat di media "Koran Jakarta" edisi kemarin 16 Oktober 2013, alhamdulillah#

Comments

Popular posts from this blog

Catatan Workshop Psikodrama , Jakarta, 3 -4 Februari 2024

Giveaway "Bahagia Ketika Ikhlas"

Review "Out of The Truck Box"