"Menikah untuk Bahagia" by Indra Noveldy dan Nunik Hermawati




foto dokumen pribadi

Salut buat penulis buku ini, sepasang suami istri yang "terang-terangan" mengaku pernah mengalami turbulensi luar biasa dalam mengarungi biduk pernikahannya, namun keduanya terus berjuang dan belajar sampai pada titik dimana menjalani pernikahan itu tidak sekedar seperti air mengalir, namun butuh skill dan ilmu yang harus terus diasah, sehingga makna sakinah mawaddah warrahmah tidak hanya sekedar kata-kata, namun menjadi sebuah tujuan pernikahan yang benar-benar terasa sampai ke hati.

Walau di awal sempet underestimate sih ma buku ini, karena dah nge judge duluan kayaknya isi nya beda tipis doang ma buku2 yg semirip begini, yaitu hanya kumpulan nasehat yang bikin sesek napas, karena ke sotoy an nya hahah :-P.


Tapi beneran....buku ini beda banget. Bedanya gimana ?? kalau dalam buku-buku seri pernikahan yang lain, saya sering menemukan fakta sang penulis seolah selalu menunjukkan kehidupan ideal dalam pernikahannya sampe yang baca jadi frustasi...hahhaha, naah... penulis buku ini justru beda, dia terang-terangan bilang pernah masuk dalam episode nyaris frustasi dengan kehidupan pernikahannya, namun dengan kegigihannya menimba skill dan ilmu demi mempertahankan pernikahannya, justru dia dan istri makin memaknai konsep pernikahan lewat ujian-ujian pernikahannya itu. Sebuah ungkapan perasaan mba Nunik yang bikin saya tersentak, begini bunyi nya " Saya sekarang tahu rasanya orang yang mau melakukan bunuh diri. Saya bisa memahami jika orang punya keinginan untuk mendadak lenyap saja dari muka bumi karena frustasi yang begitu hebat. Tidak hanya saya, suami pun merasakan hal yang sama. Begitu dahsyatnya rasa frustasi yang kami alami berdua sehingga kami mengalami perasaan yang menakutkan seperti itu berkali-kali sepanjang perjalanan kami menuju impian kami". 


Membaca deretan kalimat itu membuat saya trenyuh...duuuh, keharmonisan yang mereka rasakan sekarang ternyata bukan hasil sulap semata, tapi memang melewati sebuah perjuangan yang tidak biasa. Jadi....kalau ada yang lagi frustasi dengan masalah rumah tangga nya, tenang anda tidak sendiri, hahaha....saya ngomong gini karena kalau udah ngrasa susah suka merasa paling menderita sedunia xixi :-P. Nah... penulis buku ini pernah mengalaminya, tulisan dia seolah menemani, maksudnya mengajak kita mencari teman senasib gitu?? hihi....bukaaaan....tapi mengajak kita untuk tidak merasa sendiri, karena masih ada Allah yang menemani.


Daripada berbusa kepanjangan ngomongin testimoninya, mending kita intip aja dikit yuk...apa isi bukunya, biar ga terlalu penasaran.

Buku ini terdiri dari 5 bagian , apa itu ??
Bagian 1 : Tujuan.... kalimat pembuka dalam bab ini cukup menyentak " Jika Anda tidak punya tujuan, menjadi tidak penting di mana Anda akan tiba". Seperti yang sudah umum dimiliki banyak orang, tujuan pernikahan itu Sakinah-Mawaddah-Warahmah, tapi bagaimana mewujudkan kalimat itu supaya tidak sekedar kata-kata, yaa...mau ga mau pernikahan kita memang harus punya tujuan jangka panjang yang lebih spesifik, ga bisa cuma kayak air mengalir, karena bahkan air mengalir aja punya aturan main yang jelas kok dalam perjalanannya. Nah...dalam bab ini penulis mengajak kita untuk mau memaksa diri punya tujuan spesifik dalam pernikahan, supaya kehidupan pernikahan tidak hanya sebatas menjalani rutinitas belaka.

Bagian 2 : Mindset... Nah...di bab ini baru dibahas tuntas masalah-masalah yang ada, baik yang terbuka maupun yang tersembunyi. Saya cuplik yaa beberapa sub bab yang saya pikir menarik. Apa saja ??
* Hubungan saya baik-baik saja, YAKIN ?... banyak yang mengira pernikahan tanpa konflik itu pernikahan yang ideal, namun nyatanya banyak yang kehidupan pernikahannya tampak harmonis, namun tetep luluh lantak bahkan gugatan cerai justru datang pada usia pernikahan yang sudah 15, 17, bahkan 20 tahun. Jawabannya apa ? karena masing-masing pihak ternyata sudah memendam kekecewaan selama bertahun-tahun dan kekecewaan itu tidak terkomunikasikan karena keduanya sama-sama menghindari konflik. Naah....dalam bab ini, penulis mengajak kita untuk mencegah jauh lebih baik daripada mengobati, yaitu berani jujur dalam melihat kondisi pernikahan kita, karena mengetahui masalah dari sejak awal jauh lebih baik daripada berjuang keras menutupinya lalu baru babak belur disaat usia pernikahan sudah belasan tahun, karena kalau sudah seperti itu recovery nya akan jauh lebih susah.
* Saya Percaya Tuhan .... kalimat itu seolah tampak religius yaa, namun itu sering digunakan seseorang sebagai alasan untuk tidak mau berubah. Banyak yang ogah-ogahan untuk konseling padahal masalah pernikahannya sudah di ujung tanduk. Dan orang-orang yang ber ego tinggi merasa datang ke konsuler untuk membantu masalah pernikahannya sama saja dengan menghancurkan ego nya, lalu dia berkelit dengan berkata " Saya lebih percaya pada Tuhan", padahal Tuhan saja menyuruh ikhtiar loh lalu baru boleh bertawakkal, dan datang ke konsuler adalah sebagai salah satu bentuk ikhtiar.
* Stop The Blamming Game ... saat pernikahan didera masalah, paling gampang emang nyalahin pasangan, atau main potong kompas yaitu nyalahin diri sendiri, sampai diri hancur terpuruk. Nah...penulis buku ini bilang, daripada sibuk main salah2an, mending bilang saja pada diri sendiri "I'm responsible", so... even masalahnya emang beneran ada pada pasangan kita, daripada buang waktu nyalahin dia, mending gerak cepat mikirin solusi nya, lagian kesalahan pada pasangan bisa jadi karena kesalahan kita juga sih.
*Soulmate .... kalimat pembuka pada sub bab ini yaitu "Soulmate itu diciptakan, bukan ditemukan" bahwa membuat pasangan kita dapat berfungsi sebagai soulmate kita ternyata harus melalui perjuangan panjang yang menuntut kesabaran, tapi hasil nya worthed banget, karena nanti nya pasangan kita beneran bakal jadi soulmate ga sekedar roommate :-P.
* Berubah = Menjadi Orang lain .... berubah menjadi lebih baik itu apa harus memaksakan diri seperti orang lain gitu ? Oh...ngga...cukup memaksimalkan hal-hal terbaik yang kita miliki dimana itu begitu dibutuhkan oleh pasangan kita. Loh...kok seolah menguntungkan pasangan yah ?? kata siapa...emang kalau hubungan harmonis gara-gara kita menjadi lebih baik, cuma pasangan aja gitu yang merasakan?? ngga kaan? kita juga ikut merasakan efek baiknya kok.
* Apakah pernikahan ini layak diperjuangkan .... dalam sub bab ini, penulis juga mengajak kita untuk berpikir logis, bahwa ketika semua amunisi kita keluarkan untuk mempertahankan pernikahan, pada akhirnya bukan pilihan bijak ketika kita mempertahankan kondisi pernikahan yang awet rajet, bahkan dengan alasan demi anak sekalipun. Namun ini bener-bener emergency exit yang paling maksimal, dan ketika pilihan cerai mulai melayang-layang di kepala, tetap kembali pada konsep awal, yaitu memilih jalan sulit saat ingin memutuskan cerai, jalan sulitnya apa ? lebih keras lagi merubah diri dan lebih gigih lagi menuntun pasangan merubah dirinya. Kalau ini sudah mentok juga....huufff, mau ga mau.... emergency exit terpaksa kita ambil...hiks :-(

Itu baru sebagian kecil sub bab yang saya ambil, tapi udah lumayan panjang yaa....hahaha, sekarang mari kita lanjut ke bagian ke 3.

Bagian 3 : Knowledge and Skill....sama seperti bagian 2, bagian 3 pun punya beberapa sub bab, dan saya tertarik untuk mencupliknya secuil. Garis besar yang ditulis dalam bab ini adalah, seperti halnya berkarir, kesuksesan pernikahan juga adalah sebuah pencapaian dimana selalu butuh knowledge dan skill untuk terus melanggengkannya. Mau tau isi sub bab nya seperti apa ?? Ini dia :

* Terima aku apa adanya.... sebuah kalimat yang terlihat puitis dan selalu didengung2kan banyak orang sebagai modal langgengnya sebuah pernikahan. Ga salah sih....tapi juga ga se naif itu kali yaa, kenapa ?? misal apa ada nya pasangan adalah sebagai berikut : ngomong sering ngga nyambung, ga romantis, egois, kurang perhatian, ga sabaran, membosankan, kaku, suka nyuruh-nyuruh, n masih byk lagi...Naah...serius mau nerima apa adanya kayak gitu selama puluhan tahun? atau misalnya kondisi nya dibalik, ciri2 apa adanya yang saya sebut di atas ternyata ada dalam diri kita, emang pasangan kita mau nerima apa adanya diri kita sepanjang hidup. Nah...daripada menyiksa diri dan pasangan kita dengan konsep "terima apa adanya" yang dipaksakan, mending be realistic kali yaa...mulai membuka diri masing-masing menjadi lebih baik dari yang terbaik dari diri kita. So...pasangan kita juga ga mesti terengah-engah hanya untuk setia pada kita, begitu juga sebaliknya.
* Yuk Kenali Diri Sendiri .... salah satu penyebab mendasar timbulnya masalah dalam pernikahan ternyata karena salah satu pihak atau kedua nya belum mengenal dirinya sendiri....begitu deh kalimat pembuka pada sub bab ini.
* Pria dan Wanita itu Berbeda ... Udah terlalu sering kayaknya yaa teori yang membahas tentang beda otak pria dan wanita itu berbeda jauh, di sub bab ini juga dibahas.
* Kebutuhanku kebutuhannya ..... Aku ingin mencintaimu secara sederhana, lagi-lagi seolah seperti puitis yaa...tapi please jangan terlalu naif, tetep cari tahu persisnya kebutuhan pasangan kita apa, dan kebutuhan kita sendiri apa, so kesederhanaan cara mencintai nya pun akan tepat sasaran. Karena ada yang mengatasnamakan keikhlasan dia merelakan pasangannya tidak memenuhi kebutuhannya, lalu dia tersiksa, dan sialnya dia menikmati penderitaannya karena menganggap dia dapat pahala. Padahal kalau saja dia mau lebih gigih berjuang mengkomunikasikan pada pasangannya apa kebutuhannya, bisa jadi pasangannya akan mudah saja memenuhi, kalau pun misalnya ada yang menolak, mungkin lebih karena cara komunikasinya saja yang kurang tepat. Jangan tuntut pasangan untuk mengerti kita, namun tuntun lah dia untuk mengerti kita, percaya deh tuntut dan tuntun itu beda jauh prosedur nya tapi efeknya luar biasa.
* Stadium Konflik dalam Pernikahan .... yuk...berani jujur, pernikahan kita ada di stadium yang mana....hahah, dan sialnya ga ada pilihan stadium 0, karena penulis nya yakin betul ga ada satu pernikahan pun yang terbebas dari masalah :-P.

Masih banyak sub bab lainnya, tapi kalau saya bahas semua mah ga rame kali yaaa....hahah :-P. Sekarang lanjut ke bagian 4

Bagian 4 : Komitmen ....saat kita nyaris terpuruk dengan keadaan, terkadang komitmen lah yang menyelamatkan.


Bagian 5 : Berserah.... yaa...pada akhirnya, sehebat apapun teori dan sehebat apapun ikhtiar, percayalah bahwa kita selalu butuh Allah membantu kita untuk "membumikannya", we're nothing without Allah....walaupun kita sudah punya ilmu setinggi langit tentang mempertahankan pernikahan seperti apa, tetep terus lah minta bantuan Allah tanpa henti, dan walaupun kita (misal) sudah berhasil melewati badai pernikahan, tetep jangan berlepas dari ketergantungan kita pada Nya, minta lah padaNya untuk memudahkan kita taat pada Nya, salah satu media nya dengan kemudahan kita saat terus berikhtiar menghidupkan pernikahan kita.


Kelihatan panjaag dan riweuh yaaa....hahaha, tapi worthed laah, secara pahala menikah itu ga sedikit loooh....yaitu SETARA DENGAN SETENGAH DIEN, masa sih pengen masuk surga dengan pahala setengah agama, kita ga mau berjuang untuk sekedar tahu dan terus meng up grade diri  ilmu nya harus seperti apa, untuk kemudian kita payah-payah laksanakan yaa...Heu...maap kalau saya sotoy sekali, ini mah lagi dalam rangka menasehati diri aja hahahah :-P :-P.


Ok...segitu deh...ulasan saya tentang buku "Menikah untuk Bahagia" ga saya sebut resensi ah, soalnya ga pake aturan resensi yang benar nih hahah, ini mah saya nya aja yang numpang "rewrite" isi buku itu, dan kalau yang baca ada yang bisa ngambil manfaatnya alhamdulillah, kalau ngrasa ga ada manfaatnya mangga dibaca tulisan yang lain aja, insya allah saya ga rugi sih hahahha *naon sih :-P *.






Comments

Pernikahan adalah pintu kebahagiaan terbaik
Terimakasih

Popular posts from this blog

Review Milad Pernikahan ke-2 (Part 1)

Adlerian Therapy (Alfred Adler 1870 - 1937)

Review "Out of The Truck Box"