Menghidupkan Kehidupan dengan Mengingat Mati
Saat kita sudah merumuskan dengan sedemikian detilnya masa depan kita harus seperti apa, terkadang kita lupa bahwa masa depan yang pasti bagi kita yaitu kematian.
Disaat kita mati-matian berpikir bagaimana hidup kita nanti di masa depan, kita bahkan sering lupa tidak memasukkan pikiran bagaimana nanti hidup kita sesudah mati, padahal itulah masa depan abadi kita, yang pasti terjadi yaitu hidup sesudah mati.
Ada sebagian orang yang pola pikirnya begitu materialistis justru memandang rendah orang-orang yang berpikir tentang kematian, dalam benak orang-orang materialistis, orang-orang yang berpikir tentang kematian dalah orang-orang yang putus asa dengan kehidupan masa kininya, sehingga pikirannya hanya soal mati melulu.
Padahal dalam pemikiran seorang muslim yang sudah kokoh imannya, justru dengan memikirkan kematian akan membuat hidup masa kini dia makin bergairah, makin sempurna merencanakan hidup, namun makin ringan beban pikiran terhadap hasilnya. Karena bagi dia ujung ikhtiarnya adalah kematian, maka hasil dari proses ikhtiar tidak terlalu ngotot dia kejar, dia lebih menikmati tahapan dari masing-masing prosesnya, karena dia berpikir saat dia bersungguh-sungguh melakukan tahapannya itu, sudah menjadi ladang amalnya sendiri baginya yang dapat menjaring pahala untuk bekal kematiannya dia nanti.
Dengan iman yang kokoh, orang-orang yang berpikir bahwa kehidupan sesudah mati adalah masa depan yang harus dikejar di dalam kehidupan masa kininya, kerinduannya pada kematian membuat dirinya maksimal dalam mengisi kehidupan, karena dia merasa indahnya hidup sesudah mati hanya bisa diraih saat dia punya bekal maksimal dalam menjaring pahala dengan kehidupan masa kininya.
Dan orang-orang yang berpikir tentang kematian biasanya akan memiliki sikap hidup yang sangat optimis tentang hidup masa kininya, karena dia merasa kehidupan yang penuh dengan keindahan dan keadilan hanya akan dia nikmati nanti setelah hari perhitungan, sehingga dia tidak terlalu merisaukan sebanyak apapun kekecewaan yang dia dapatkan dengan kehidupan masa kininya.
Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah sebagai berikut “Mintalah Firdaus yang paling tinggi !”. Menurut Salim A Fillah dalam bukunya yang berjudul “Jalan Cinta Para Pejuang” dituturkan sebagai berikut “ Jika hidup adalah fungsi waktu, maka bagi seorang mukmin nilai puncaknya harus diraih dalam grafik di ujung kanan. Kematian. Di sanalah harus dicitakan sebuah akhir yang setinggi-tingginya. Apapun yang kau minta, mintalah pada Allah yang tertinggi. Surga pun bertingkatan. Maka ambillah yang paling tinggi, yaitu Firdaus. Maka dalam hal mati, ambil pilihan yang tertinggi untuk menjadi cita dan rencana. Syahid. Ah…Betapa indah dan menggetarkan satu kata ini.
Membaca penuturan di atas, seolah memberi kita penekanan, milikilah tujuan tertinggi dalam hidup dengan cara menanam tujuan tertinggi kita tentang hidup kita sesudah mati nanti, apa itu ? yaitu Surga Firdaus.
Ibarat tangga tertinggi. Puncak tangganya yaitu Surga Firdaus, dan untuk meniti hingga sampai ke puncak, kita harus meniti satu demi satu anak tangga dibawahnya, mustahil kita langsung meloncat ke tangga tertinggi, tanpa melewati anak-anak tangga dibawahnya.
Dengan konsep seperti itu, maka otomatis, kita akan punya tujuan hidup tertinggi juga dalam pencapaian kesuksesan kita di dunia, karena hanya dengan tujuan-tujuan tertinggi di dunia lah yang akan mampu membawa kita ke tujuan akhir kita yaitu surga Firdaus.
Memiliki tujuan hidup untuk akhirat maka insya allah kita meraih dunia dan akhirat sekaligus, karena pencapaian terbaik selama di dunia akan menentukan nasib kita nanti di akhirat.
Untuk lebih menegaskan, mari simak ayat berikut :
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan
hanya kepada kami.” (Q.S Al-Anbiya ; 35).
Comments