My Taubat Journey

Bahayanya Mengabaikan Rasa Sakit


Entah itu sakit fisik atau mental, keduanya Allah datangkan bukan tanpa sebab, tapi berfungsi untuk pembersih hati, plus juga untuk media pengakuan atas kelemahan diri dan peluang digugurkannya dosa-dosa.

Itulah sebabnya Rasul menganjurkan minimal dzikir istigfar 100x sehari, karena hanya dengan istigfar lah kita mampu menangkap rasa sakit sebagai peluang pembersih hati sekaligus peluang menaikkan level kompetensi diri, tanpa harus mengabaikan sensasi rasa sakitnya.

Apa yang terjadi saat rasa sakit kita abaikan ?

Jika seluruh rasa sakit kita abaikan, tidak kita istigfari, tidak kita jadikan sebagai media menghambakan diri kepada Allah, malah terus saja fokus merasa kuat, atau justru merasa jadi korban dengan rasa sakit yang didatangkanNya pada kita, maka lama-lama hati kita akan penuh dengan luka-luka dan kehilangan sensitivitasnya saat melihat rasa sakit atau penderitaan orang lain.


Karena sudah merasa paling sakit dan paling menderita sedunia, maka kita akan apatis dengan rasa sakit orang lain, dan yang paling parah jika rasa sakitnya sudah bertumpuk-tumpuk, maka hati pun menjadi rusak dan mati. Sensitivitas hilang, dan makin cuek dengan kesakitan orang lain plus cuek dengan ketidakberesan sekitar. Kesulitan membedakan salah dan benar, bahkan maksiat di depan mata pun dia merasa baik-baik saja.


Pengabaian rasa sakit secara terus menerus dalam jangka waktu lama akan mematikan hati, sehingga proses memaafkan pun menjadi sulit, karena proses memaafkan yang menyehatkan harus benar-benar mampu membuang luka, dimana sebelum luka itu dibuang, ya harus dikenali dulu. Kalau luka rajin ditumpuk lalu hati menjadi gelap, itu yang akan menyebabkan hati rusak parah.


Karena kekuatan terbesar kita adalah saat kita berhasil mengaku lemah di hadapan Allah, so.. terkadang Allah izinkan peristiwa menyakitkan mampir dalam kehidupan kita adalah bentuk kasih sayang Allah agar kita tidak pernah lepas dari ketergantungan padaNya.


Dan konsep memaafkan tidak mungkin dikenali pada orang yang hatinya penuh luka akibat dia terlalu sering mengabaikan luka-luka dan membiarkan semua lukanya tetap ada, dengan sibuk membuat defence "saya kuat, saya
hebat
".


Saat lukanya sudah full, ya... jadilah dia pun samsak orang yang hobinya melukai, bahkan dia pun merasa bangga tetap senyum dalam luka, menganggap dirinya manusia paling pemaaf sedunia tapi dengan cara menyediakan diri terus-menerus dijadikan samsak orang lain. Yang paling menyedihkan... at the end... setelah tubuh kita sudah penuh luka, kita pun akan dengan mudah melukai orang lain tanpa merasa bersalah lagi (mekanisme victim become player).


Jadi blunder yah hehe.


Pahami konsep memaafkan dengan benar, mengabaikan rasa sakit itu sama sekali bukan cara memaafkan yang menyehatkan.


Konsep memaafkan yang benar dimulai dari penghayatan kita yang benar atas dzikir istigfar kita.


Wallahu'alam

Comments

Popular posts from this blog

Catatan Workshop Psikodrama , Jakarta, 3 -4 Februari 2024

Giveaway "Bahagia Ketika Ikhlas"

Review "Out of The Truck Box"