Ketika Kelemahan Justru Menjadi Kekuatan



Judul                            : Yang Tersimpan di Sudut Hati
Penulis                         : Ade Anita
Penerbit                       : Quanta, imprint dari PT Elex Media Komputindo
Terbit                           : Cetakan I, Oktober, 2013
Jumlah Halaman         : xiv + 440 hlm
ISBN                           : 978-602-02-2112-0



Surprised !!

Begitu deh...yang saya rasakan saat mulai membaca beberapa halaman awal novel ini. Karena dalam kehidupan sehari-hari, saya mengenal mba Ade Anita adalah seseorang yang memiliki pembawaan bicara yang lugas, apa adanya dan to the point, dan dengan membaca sekilas sinopsis pada cover novelnya, bahwa novel ini berkisah tentang perjuangan seorang anak Palembang, saya sudah langsung "memvonis" kayaknya gaya bahasa novelnya bakal mirip-mirip Andrea Hirata gitu deh....yang lugas n to the point, lengkap dengan taburan bahasa daerahnya.


Ohh...ternyata bedaaa.....gaya bahasa novel ini begitu mengalir lembut, beda jauh dengan gaya bahasa "ngobrol" mba Ade Anita sehari-hari dan beda juga dong dengan gaya Andrea Hirata. Mau tahu seperti apa?? simak sedikit yuuk...ulasan novelnya :-)


Novel ini berkisah tentang perjuangan hidup seorang ibu yang bernama Mak Pinah dalam "menemani" ketiga anak-anaknya (Solasfiana dan si kembar Isfahan dan Marsyapati) dalam mengarungi ujian demi ujian dalam hidupnya. Menjadi makin terasa mengharukan karena Mak Pinah memiliki kaki yang lumpuh, ditambah dengan meninggalnya sang suami secara mendadak.  Ketika sang suami masih hidup saja, Mak Pinah masih sering merasa kepayahan dalam melakukan aktivitas sehari-harinya sebagai ibu, karena kakinya yang lumpuh, sehingga seringkali meminta bantuan sang suami. Maka dapat dibayangkan betapa beratnya perjuangan seorang Mak Pinah, mendapati suaminya telah tiada, dimana tugas seorang ayah bagi anak-anaknya mendadak harus dipikulnya, sedangkan selama ini suaminya lah yang berperan sebagai "kaki" bagi dirinya.


Namun justru keterpurukan itu membuat dirinya semakin kuat, dan dengan kekuatan yang makin menebal, entah mengapa amanah Allah yang terselip dalam bentuk ujian kesulitan justru makin banyak. Ujian terberat saat dirinya dituduh memiliki ilmu santet oleh warga, sehingga harus membuat dia dan ketiga anak-anaknya rela diusir dari kampung halaman dan hidup terlunta-lunta. 


Dalam kondisi hidup terlunta-lunta, kadang kehujanan, kadang kepanasan, tanpa tentu arah hanya sekedar mengikuti langkah kaki bergerak, justru membuat ketiga anak Mak Pinah makin tertempa. Adegan yang lumayan bikin saya "mbrebes mili" adalah saat Isfahan terus-menerus menggendong ibunya melewati perjalanan yang begitu jauh. Nah...dalam episode ini Mba Ade begitu detil menggambarkan kegetiran yang ada, namun lewat kegetiran itulah kekuatan pada ketiga anak-anaknya makin menebal. 


Sampai akhirnya mereka ditampung oleh pasangan suami istri yang baik hati, namun tempat tinggal bagi Mak Pinah dan ketiga anaknya hanyalah kandang kambing, karena memang hanya tempat itu ruang kosong yang dimiliki oleh pasangan suami istri tersebut. Namun melalui tempat inilah justru harapan demi harapan mulai dibangun kembali. Mak Pinah dalam keterbatasan fisiknya lalu memutuskan berjualan nasi uduk, sedang Solasfiana yang dikenal sebagai anak berpretasi saat sekolah memutuskan untuk memberi les privat, dan Isfahan yang memiliki hobi memahat kayu, memutuskan untuk berjualan boneka.


Kelanjutannya seperti apa? tentu lebih seru doong....ayo beliii....so bisa disimak langsung dalam novelnya :-)

***

Sebuah novel yang "kaya" akan pembelajaran hidup, sehingga layak dinikmati untuk kita ambil  berbagai macam hikmahnya. Oh..ya novel ini diangkat dari kisah nyata, dimana Solasfiana itu adalah sahabat pena mba Ade Anita.


Andai saja novel ini bisa difilmkan, mungkin bisa menjadi "duta budaya", mengingat novel ini mengupas tentang kehidupan rakyat Palembang, sehingga dapat sekaligus mempromosikan adat setempat. Dan dengan kelebihan mba Ade mendeskripsikan begitu banyak hal dalam novel ini seperti : setting yang ada, adat setempat, indahnya Sungai Musi, cara memetik durian, apa itu kasur Palembang, termasuk juga menggambarkan dengan sangat detil apa itu ilmu santet yang sempat dituduhkan kepada keluarga Mak Pinah, mungkin dapat membantu para penulis skenario menghidupkan settingnya  menjadi persis sesuai aslinya saat pembuatan film berlangsung.


Namun demikian, disisi lain bisa jadi kelebihan, disaat bersamaan bisa juga menjadi kekurangan, karena dengan sebegitu detilnya deskripsi yang diceritakan mba Ade, sempat membuat saya kebingungan dan lupa ...eh...cerita awal bab nya apa yaa tadi, karena saya keasyikan mengikuti deskripsinya...sehingga ada satu dua bab, yang sempat membuat saya mengulang kembali membacanya hanya sekedar memastikan isi ceritanya apa. 


Well, sukses buat mba Ade, semoga ke depannya karyanya makin terus bermunculan dan kalau bisa  terus mengupas adat Indonesia yang lainnya lagi, sehingga pembaca dapat dibantu menumbuhkan kembali kecintaannya pada negri ini, soalnya dengan carut marut yang ada di dalam negri, kadang bikin para pecinta-pecinta negrinya frustasi deh untuk terus mencintai....xixixi *nebeng curcol :-P* . 











   



Comments

Ade Anita said…
Aaahhhh... renaaaa... makasihhhhh... makasih untuk review novelku... muaaahhhh *kecup
rena puspa said…
sama2 mba ade sayaaang....smga beneran bisa difilmkan yaa novelnya....aamiin

Popular posts from this blog

Review Milad Pernikahan ke-2 (Part 1)

Adlerian Therapy (Alfred Adler 1870 - 1937)

Review "Out of The Truck Box"