Review milad pernikahan ke-1 (part 1)

Tepat tanggal 27 februari 2022, pernikahanku dengan suamiku berusia 1 tahun. Usia pernikahan yang betul-betul unyu banget dan masih perlu banyak doa agar pernikahan kami bisa semakin sakinah, mawaddah warahmah.



Qodarullah, persis di hari itu, aku ketitipan seseorang yang masih saudaranya sahabat dekatku, untuk memberikan penguatan padanya, karena dia sedang memproses perceraian, di usia yang masih cukup muda, dibawah 35 tahun.


Tidak ada peristiwa yang kebetulan, termasuk didatangkannya seseorang untuk minta penguatan soal perceraiannya persis di hari milad pernikahanku dan suami. Seolah Allah kirimkan orang tersebut demi ingin mengajakku untuk me review ulang perceraian yang sempat mampir di masa laluku. Bisa jadi karena dulu tantangan pasca divorced sangat bertumpuk sedang energi begitu terbatas, sehingga masih banyak hikmah perceraian yang belum tergali.


Kebetulan dia seorang laki-laki, maka saya meminta suami menemani. Alhamdulillah...waktunya pas dengan suami, karena biasanya di hari libur pun suamiku sesekali masih sibuk bekerja. Alasan aku ingin ditemani karena aku agak sungkan kontak dengan laki-laki, selain itu aku juga melihat beberapa bulan belakangan suamiku terlihat asik membaca banyak e-book tentang CBT therapy, jadi barangkali saja dia bisa memberi suggestion yang lebih tepat sasaran, entah itu dari perspektif ala CBT therapy, atau perspektif dia sebagai laki-laki yang dulu pernah mengalami proses perceraian juga.


Di luar dugaan... suamiku begitu exciting, dari 40 menit sesi zoom meeting yang disiapkan, bahkan 25 menit dia habiskan sendiri, saya kebagian 5 menit di awal dan 5 menit di akhir doang, ahli IT ini pun dadakan menjadi konsultan pernikahan ngalahin saya yang lulusan konseling hahaha. Etapi... gaya suamiku yang to the point dan runut, bisa jadi lebih sesuai kebutuhan klien laki-laki. Eh... ini bukan sesi konseling resmi ding, lebih banyak sharing saja, tapi...gapapa lah ya beliau saya sebut klien hehe.


Setelah sesi zoom meeting selesai, kami bikin review ala-ala gitu deh seputar tema perceraian dan pernikahan based on story yang disharing oleh klien dicombine dengan story kita berdua. Suamiku tiba-tiba mengeluarkan statement, "Ada 3 point yang perlu kita edukasikan ke banyak orang seputar pernikahan dan perceraian, yaitu 1. Saat ingin memilih jodoh, buatlah kriteria seketat mungkin,  2. Saat sudah terikat pernikahan pertahankan sekuat mungkin, 3. Saat harus bercerai move on lah secepat mungkin". Ini bukan postulat ya... jadi ga harus ditabrakkin sama teori manapun, kalau kepake ambil, ga kepake skip aja hihihi. Lalu doi juga tiba-tiba menerbitkan quote dibawah ini :


Orang lain belum tentu benar

Diriku belum tentu perlu diperbaiki


Orang lain belum tentu salah 

Diriku belum tentu benar


Kalau aku salah, aku tetaplah manusia


Wallahu'alam.... itu quote relatenya kemana hahaha. Etapi untuk seseorang yang harus berdamai dengan takdir perceraian, strugglenya memang memperbaiki diri dengan terus jeli menangkap apa-apa yang salah tanpa harus tergoda menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Selama kita masih jadi manusia, salah itu memang akan mampir pada diri kita, pertanda kita memang sangat butuh Allah untuk menjadi manusia yang lebih baik dari hari ke hari.


Sedangkan takdir perceraian versiku adalah, kesempatan dari Allah agar aku punya space lebih banyak untuk memperbaiki diri, dengan adanya perceraian, aku merasa terlahir kembali menjadi sosok yang baru, yang masih Allah beri kesempatan menjadi seseorang yang lebih baik tanpa harus menabrak batas-batas kemampuanku. 


Btw... soal statement suamiku bahwa memilih jodoh harus menetapkan kriteria seketat mungkin, mendadak teringat journeyku sendiri dalam mencari jodoh, sampai akhirnya Allah mengirim dirinya menjadi jodohku sampai saat ini. 


Penasaran ga nih?


-to be continue part 2 yaa -



Comments

Popular posts from this blog

Catatan Workshop Psikodrama , Jakarta, 3 -4 Februari 2024

Giveaway "Bahagia Ketika Ikhlas"

Review "Out of The Truck Box"