Kemiripan Relief Candi Angkor Wat dengan Candi Borobudur Menunjukkan Kesamaan Asal Nenek Moyang

Masuk hari ke 2 di tantangan 10 hari nge blog tentang ASEAN. Dan tema yang diberikan hari ini adalah " Menurut ahli sejarah, relief Candi Borobudur ada kemiripan dengan Candi Angkor Wat yang ada di Kamboja, padahal Candi Borobudur dibangun 3 abad sebelum Candi Angkor Wat, apakah ini menandakan negara-negara ASEAN itu serumpun".

Kemarin saya sempat berharap tema yang diberikan oleh admin hari ini bakal lebih gampang dari hari kemarin, namun ternyata malah lebih susah :-)))). Eh...tapi tunggu dulu, saya anggap susah mungkin karena saya memang tidak tahu sama sekali informasi yang ada menyangkut dengan temanya, so mari gandeng si "mbah google" buat bantu meng "guide" saya, semoga bisa sedikit mencerahkan :-)).


Hasil menjelajah dari "mbah google" tepatnya dari Wikipedia, akhirnya saya tahu bahwa Candi Angkor Wat itu sedemikian penting artinya bagi negara Kamboja, sampai diabadikan dalam bendera mereka.

 
Bendera Kamboja (sumber wikipedia)

Dari gambar di atas terlihat gambar Candi Angkor Wat terletak di tengah-tengah bendera yang memiliki kombinasi warna merah dan biru tersebut.

Sedemikan berartinya simbol Candi Angkor Wat bagi rakyat Kamboja sebenarnya tidak terlalu mengherankan, karena hampir sebagian besar rakyat Kamboja memeluk agama Budha,  dan bangunan Candi adalah sebagai tempat ibadah mereka. Adapun mengapa Candi Borobudur  walaupun dibangun 3 abad lebih dahulu dari Candi Angkor Wat, kok tidak lantas menjadikannya masuk ke dalam bendera negara atau lambang negara, karena dalam perkembangannya bangsa Indonesia pada akhirnya memilih Islam sebagai agama paling mayoritas.

Candi Angkor Wat pada awal masa pembangunannya (yaitu pada abad ke 12) sebenarnya dijadikan tempat ibadah untuk umat Hindu, karena pada masa itu rakyat kota Angkor yang dipimpin oleh Raja Suryavarman II memang masih menganut agama Hindu. Namun seiring dengan berkembangnya penyebaran agama budha, maka sampai juga agama itu ke kota Angkor, sehingga agama Budha mulai dianut masyarakat setempat, dan penggunaan Candi Angkor Wat yang asalnya untuk tempat ibadah agama Hindu, berubah fungsi menjadi tempat ibadah agama Budha (tepatnya pada abad ke 13), adapun agama inilah yang akhirnya menjadi agama mayoritas dianut oleh rakyat Kamboja sampai sekarang.

Candi Angkor Wat, Kamboja


Sedikit gambaran mengenai Candi Angkor Wat semoga bisa memberi bayangan ketika harus membandingkannya dengan Candi Borobudur. Nah....kalau bicara tentang Candi Borobudur pasti semua sudah tahu dong, yaitu sebuah bangunan yang menjadi simbol peninggalan sejarah negara kita paling monumental sehingga bisa masuk dalam 7 keajaiban dunia. Kalaupun ada yang belum pernah datang ke sana dan melihat langsung bentuknya seperti apa,  yah...minimal sudah pernah lihat fotonya lah. Ini dia fotonya :-D

Candi Borobudur, sumber Wikipedia

Dilihat dari bentuk arsitekturnya, kenapa saya melihat Candi Angkor Wat kok malah ngga mirip dengan Candi Borobudur yah, dimana Candi Borobudur memang kelihatan banget khas Candi nya umat Budha, yaitu dengan bentuk stupa nya, sedang Candi Angkor Wat bentuknya banyak berundak seperti Candi Prambanan, yang menjadi bentuk khas nya Candi umat Hindu. Penasaran?!, yuk...lihat foto Candi Prambanan :-D.



Candi Prambanan, sumber Wikipedia

Nah...setuju kan?? Candi Angkor Wat dan Candi Prambanan secara arsitektur memang mirip, yaitu sama-sama berundak. Tenang....jangan bingung dulu, karena seperti yang saya ceritakan sedikit di atas, Candi Angkor Wat dulunya memang candinya umat Hindu, jadi kedua candi itu memang sempat sama-sama merupakan candinya umat Hindu, sebelum akhirnya Candi Angkor Wat berubah fungsi menjadi candi umat Budha.

Mari kita kembali menelusuri tema yang diminta admin, ooh...ternyata yang diminta dibandingkan, bukan bentuk arsitekturnya, tapi bentuk relief nya. Nah...kalau bentuk reliefnya memang hampir sama, karena relief itu memang berisi pahatan-pahatan yang dibuat mengikuti berbagai kisah teladan yang diajarkan oleh ajaran agama Budha, karena kedua Candi itu memang difungsikan sebagai Candi Budha, maka kisah-kisah yang terpampang pada relief nya pun memang tidak berbeda jauh.

Salah satu bentuk relief yang ada pada Candi-candi umat Budha, sumber Indonesidulu 
So....setelah kita tahu ternyata ada kesamaan relief antara Candi Angkor Wat dengan Candi Borobudur, maka ngga usah ragu-ragu lagi kita boleh bilang bahwa negara kita dengan negara Kamboja itu memang serumpun. Dari sisi apa yang membuat kita disebut serumpun? dari relief itu jelas bercerita bahwa yang membuat kita serumpun adalah karena nenek moyang kita sama. Dan dilihat dari waktu berdirinya dimana Candi Borobudur sudah berdiri 3 abad sebelum Candi Angkor Wat, bisa jadi nenek moyang kita asal Indonesia melakukan sebuah perjalanan sampai ke negara Kamboja dan disana berketurunan sembari melakukan penyebaran agama Budha.

Wiiih....luar biasa ternyata yaa....dari sebuah peninggalan bernama Candi kita bisa mengambil kesimpulan begitu banyak tentang sesuatu yang terjadi di masa lalu. Terus kalau udah tau buat apa?? hihihi...buat kita jaga lah hubungan baiknya karena sekarang kita tahu kita serumpun.

Sepenggal kisah tentang candi ini sebenarnya hanyalah salah satu contoh nyata yang harus menjadi alasan kuat buat kita anggota negara-negara ASEAN untuk terus bersatu, saling menjaga karena kita satu sama lain bersaudara. Ini baru dari candi lho, belum dari adat budaya yang lainnya lagi, yang kalau saja kita mau menggali nya lebih dalam lagi, bakal bikin kita tercengang karena ternyata kita semua berasal dari nenek moyang yang sama.

Setelah berkelana seharian bersama "mbah google" untuk cari tahu tentang candi, membuat saya akhirnya sadar, yuk...jaga peninggalan sejarah kita, karena lewat peninggalan-peninggalan itulah banyak pelajaran hidup yang bisa diambil manfaatnya untuk ilmu menghadapi masa yang akan datang. Dan ketika semua peninggalan sejarah itu rapi terpelihara, harapannya "perasaan" merasa serumpun ini akan dirasakan juga oleh anak cucu kita, sehingga keinginan untuk saling menjaga antara satu dengan yang lain akan muncul saja dengan sendirinya ketika mereka melihat langsung semua bukti nyata yang terwakili oleh benda-benda peninggalan sejarah yang terpampang di depan matanya.

Namun saya kurang suka dengan perlakuan (kebanyakan) bangsa kita terhadap benda sejarah, karena rata-rata malah menjadikannya sebagai benda keramat, yang berujung pada kemusyrikan, ini karena agama saya Islam di mana di dalamnya melarang keras bentuk-bentuk kemusyirakan, yang membuat saya ga suka dengan praktek-praktek musyrik terhadap benda sejarah. Ah...bukan itu esensi nya yang saya inginkan dari keharusan memelihara benda sejarah. Terus kira-kira esensi nya apa yah? Biar lebih sederhana, yuk...simak benda sejarah versi kehidupan saya.

Saya memiliki beberapa benda sejarah dalam kehidupan saya, salah satunya jam tangan merk "Se*ko". Kenapa jam tangan itu saya sebut benda sejarah menurut saya?, karena jam tangan itu saya beli dari honor pertama saya menulis waktu saya SMP dulu. Setiap saya memandangnya, langsung terbayang tuh rasa dag dig dug saat nunggu honor nya cair, dan terbayang juga rasa bahagia nya saat saya dengan riang gembira pergi menuju toko jam tangan, pun terbayang juga bentuk mesin tik pinjaman dari tetangga yang dulu saya pakai untuk menulis tulisan yang dimuat itu. Dan kalau ada yang nanya soal jam tangan itu, dari bibir saya langsung mengalir deras sederet cerita bahagia yang nyambung tentang darimana si jam tangan itu berasal. Benda sejarah saya yang lainnya yaitu jilbab kain santung warna cream. Kenapa saya sebut jilbab itu benda sejarah, karena itu adalah jilbab yang pertama kali saya pakai ketika saya memutuskan untuk berhijab seumur hidup. Dan ketika saya memandangnya, langsung terbayang suasana terharunya dulu saat memutuskan untuk berjilbab, karena jaman dulu muslimah berjilbab belum sebanyak sekarang, jadi kerasa banget deh heroisme nya teteh-teteh mentor saya yang sangat luar biasa berjuang supaya jilbab diperbolehkan dipakai siswi sekolah saat itu. Dan pas kemarin mudik, ngga sengaja jilbab itu saya temukan masih ada tersimpan rapi di lemari dengan penampakan yang udah rapuh banget. Anehnya ketika saya pegang, airmata saya langsung mengalir deras, karena inget perjuangan teteh-teteh mentor dulu menegakkan jilbab, sedang saya masih kacau balau begini membawa misi suci itu..hiks. Memegang jilbab pertama saya itu seolah membuat saya diingatkan tentang misi dari jilbab yang sesungguhnya apa.

See...sekarang terlihat jelas kan betapa pentingnya sebuah benda sejarah dalam kehidupan kita. Dua benda sejarah sederhana versi saya aja sudah mampu memberikan begitu banyak cerita dan hikmah untuk diri saya sendiri ketika saya harus menghadapi hidup di masa kini dan masa depan, apalagi benda-benda sejarah selevel candi dan yang lain-lainnya.

Dan yang terbayang di kepala saya, kalau seluruh negara-negara ASEAN ini sanggup memelihara dengan utuh benda-benda sejarahnya masing-masing, ketika perasaan merasa "serumpun" kita sesekali meluntur karena kerasnya aura persaingan pasar global nanti, belum ditambah ada nya pihak-pihak yang pingin mengadu domba antara sesama negara ASEAN, lewat benda-benda sejarah itu lah kita menjadi bersatu kembali, karena benda-benda sejarah itu bukti nyata kita pernah bersama, kita saudara satu sama lain, so... rugi banget kalau sampai saling gontok-gontokkan.

Terakhir, seperti yang sudah paparkan di atas betapa pentingnya memelihara benda-benda sejarah, maka sisi sejarah ini jangan sampe terlupakan untuk kita jadikan salah satu pilar suksesnya  Komunitas ASEAN 2015 nanti, karena "perasaan" merasa serumpun ini harus kita terus kita pelihara kemudian kita turunkan ke anak cucu kita, dan dari sisi sejarah ini kita semua mampu mendapatkannya.




Comments

Isnuansa said…
Makasih, Mak, kalau bukan baca tulisan lni saya nggak tahu soal kemiripan relief di Angkor Wat dan Borobudur. Sukses ya untuk kompetisinya!
Binta Almamba said…
keren mbak.. iya ya.. lebih mirip ke candi prambanan
gutlaaak.. mari berdia smoga hari ke3 lebuh mudah yaaa.. amiiin :)
Mugniar said…
Asyik gaya nulisnya mak. Saya sulit menulis dengan gaya nyantai begini kalo temanya (yang memang makin serius) kayak begini.

SUkses ya :)
Rahmi Aziza said…
wah mak ikutan lomba blog yg ASEAN ya... aku ngebayangin temanya sudah tak sanggup hihihi, sukses ya mak
rena puspa said…
@isnuansa : hehe....makasih jg sudah mampir yaaa, aamiin....do'a nya

@mba binta : yu...yu...berdo'a trs buat smngt ngikut smpe akhir

@mugniar : ragu-ragu jg sbnrnya gaya nulis ngelantur gini boleh ga ya buat tema-tema berat macam ini...heu heu


@rahmi aziza : aha....saya penggemar baru blog mu....abis baca blog mu pikiran lsg seger krn bisa ktawa2 baca2 postingannya....hihihi

Popular posts from this blog

Catatan Workshop Psikodrama , Jakarta, 3 -4 Februari 2024

Giveaway "Bahagia Ketika Ikhlas"

Adlerian Therapy (Alfred Adler 1870 - 1937)