Bebas Bertanggung jawab, Tetap Jadi Pilihan Yang Terbaik

Pagi ini seneng banget rasanya, karena tanpa terasa sudah masuk hari ke 8 dalam tantangan 10 hari nge blog tentang ASEAN. Pelajaran penting dari kompetisi ini buat saya adalah, betapa dahsyatnya efek mendobrak sebuah rasa takut. Ya...jujur aja, setelah sekian lama sempet vakum ga nulis lagi dengan alasan repot pindahan ditambah proses melahirkan lalu kesibukan mengurus si bungsu yang masih bayi, membuat saya ingin sekali menulis, tapi takut sekali memulai, takut gagal lah, takut tulisannya diketawain orang karena saking saya begitu lama tidak menulis lagi. Dan begitu saya mulai menggeliat lagi, lalu tanpa sengaja ketemu deh info ini dari mba Jihan Davincka, terus nekad ikut, udahnya makin keringetan, karena ternyata lomba yang saya ikuti, saya nilai terlalu berat buat kapasitas saya. Huff...tapi saya akhirnya mencoba mendobrak semua rasa takut itu, dan hasilnya luar biasa, saya sendiri mendadak kaget, tanpa sadar kemampuan menulis saya meningkat. Ah...senangnya luar biasa nih. Haduh malah curhat...hihih....maaf, oke kita simak aja yuk, tema hari ke 8 nya apa, ini dia :


Untuk hari ke-8, Filipina yang menjadi fokus tema. Yaitu : Filipina dan Kebebasan Berekspresi.
Kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi di negara-negara anggota ASEAN tidak sama. Beberapa negara, termasuk Indonesia, bebas atau longgar dalam hal kebebasan pers dan kebebasan berekspresi bagi para blogger, yang sekarang ini menjadi salah satu alternatif dalam penyebaran informasi atau jurnalis warga. Tetapi ada juga negara yang mengekang kebebasan berekspresi warganegaranya, dan ada negara yang memenjarakan blogger jika tulisannya menentang pemerintahan negaranya.
Bagaimana dengan Filipina? Apakah Filipina termasuk negara yang longgar dalam kebebasan berekspresi dan informasi bagi para warganegaranya, termasuk blogger atau jurnalis warga?
Tuliskan dalam satu postingan menarik bagaimana pendapatmu tentang kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi di Filipina.



Jujur saja saat pertama kali membaca kalimat yang ada dalam tema nya, yang terbayang di kepala saya adalah Filipina merupakan salah satu negara ASEAN yang terkekang kebebasan berekspresinya lalu kita disuruh menganalisa keadaannya, karena kalimat yang diberikan admin seolah menggiring saya sebagai pembaca untuk membuat opini ke arah sana. Eh tapi ternyata kalimatnya menjebak deh, karena setelah saya googling cukup banyak, semua data menunjukkan hasil seragam yaitu negara Filipina justru dinilai sebagai negara yang paling longgar dalam hal kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi. Malah di tingkat Asia Tenggara justru negara Filipina menduduki peringkat pertama (sumber dari harian "Suara Merdeka"bisa dilihat disini). Ini terjadi akibat jatuhnya pemerintahan Ferdinand Marcos pada tahun 1986.


Yang cukup mengejutkan bagi saya, Indonesia yang awalnya saya pikir sudah tergolong bebas apalagi kalau dibandingkan dengan jaman pemerintahan Soekarna dan Soeharto dulu, ternyata masih dinilai cukup jauh tingkat kebebasannya dalam berekspresi dan berinformasi dibanding dengan negara-negara maju. Walau pun begitu untuk tingkat ASEAN masih selangkah lebih depan dibanding negara Vietnam dan Myanmar, dimana pers di kedua negara itu masih sangat dikontrol oleh pemerintah. Malah negara Myanmar disebut sebagai "surganya sensor" karena paling banyak memenjarakan jurnalis dan blogger. (sumber J-Spiritual bisa dilihat disini)


Dalam indeks kebebasan pers yang dikeluarkan Reporters Without Borders (Reporters Sans Frontiers/ RSF) sepanjang 10 tahun terakhir, negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara menempati posisi terendah di antara 170-an negara yang dinilai, meskipun beberapa kali Indonesia dan Timor Leste masuk posisi yang cukup baik. Adapun dalam indeks 2013 yang mengindikasikan kondisi kebebasan pers  2012, 10 negara Asia Tenggara  berada di urutan antara 122 dan 172, atau sepertiga terbawah dari seluruh negara yang dinilai. Satu-satunya yang posisinya lebih baik adalah Timor Leste, dan itu pun menempati urutan ke-90. Laporan tahunan SEAPA tentang kebebasan pers dan kebebasan berekspresi yang telah terbit sejak 2002 merupakan salah satu dokumentasi yang memaparkan secara deskriptif pelbagai fakta buruk tersebut. (sumber harian "Suara Merdeka" bisa dilihat disini).

Kembali kita membahas negara Filipina, terutama soal kebebasan pers nya. Dari semua sumber yang saya dapat hasil dari gooling, ternyata hampir semuanya membahas tentang kebebasan pers yang ada di Filipina yang dinilai cukup maju, maksudnya ketika akan bercerita tentang negara Filipina seolah dikaitkan dengan kebebasan pers nya yang cukup menonjol di seluruh negara Asia Tenggara. 

Ternyata jatuhnya pemerintahan Ferdinand Marcos tahun 1986, memang jadi pendobrak bangkitnya kebebasan pers di negara ini. Saking bebasnya, semua seolah seperti berjalan tanpa kontrol, bahkan ketika tokoh-tokoh politik membuat tindakan yang dinilai tidak pas, maka mereka harus siap menjadi bulan-bulanan para pekerja pers nya (baca lengkapnya di web anne ahira ).

Namun ada satu fakta yang cukup mengejutkan dari negara Filipina perihal kebebasan pers nya ini, dimana Committee to Protect Journalists (CPJ) melaporkan sedikitnya 70 wartawan di dunia  terbunuh sepanjang 2012, laporan SEAPA mencatat 6 wartawan, atau hampir 10%, terbunuh di Asia Tenggara, dengan rincian 4 orang di Filipina, seorang di Indonesia, dan seorang lagi di Kambojaa. Dalam hal pembunuhan terhadap wartawan ini, Filipina dan Indonesia merupakan dua negara yang hampir setiap tahun menorehkan kekejaman terhadap wartawan (data lengkap bisa dilihat disini ). Malah sumber lain mengatakan di Filipina 15 wartawan dibunuh selama pemerintahan Presiden Benigno Aquino, masih dari sumber yang sama, akibat besarnya tingkat pembunuhan terhadap wartawan membuat Filipina dikenal sebagai negara ke 3 paling berbahaya bagi wartawan di tingkat dunia (sumber http://www.radioaustralia.net., lengkapnya ada disini).

Sumber : www.pedomannews.com

Rasanya ironi ya, ketika seluruh rakyat Filipina merasakan aura bebasnya berekspresi dan berinformasi, tapi di sisi lain, mengapa keselamatann para pekerja informasi (wartawan) justru menjadi sangat rawan.

Namun membaca dari paparan diatas, betapa kebebasan pers yang ada di Filipina cenderung kebablasan, dan berita-berita yang tersebar seolah tanpa filter, sehingga mungkin ini yang justru membuat si wartawan pembuat berita menjadi terancam keselamatannya. Seperti kita ketahui, berita-berita yang ditulis wartawan itu cenderung membentuk opini publik, sehingga opini yang terjadi di masyarakat menjadi sangat dikendalikan oleh para wartawan, apalagi seperti Filipina dimana pemerintahannya seolah tidak berdaya dengan bebasnya para wartawan membuat berita, sehingga seorang tokoh politik saja bisa menjadi bulan-bulanan pers, saking begitu bebasnya pers bergerak (termasuk di dalamnya para blogger). Walau fenomena ini sebenarnya tidaklah heran, karena sebelum pers Filipina bebas merdeka seperti sekarang, selama beberapa tahun sempat mengalami keterkukungan yaitu ketika pemerintahan Ferdinand Marcos masih berkuasa, sehingga begitu pemerintahannya runtuh, ibaratnya para pekerja pers itu seperti burung yang terbang pertama kali dari sangkar setelah bertahun-tahun sebelumnya tidak pernah terbang, kebayang ngga sih rasanya kayak apa, yaa....senang ngga karuan, mereka terus keasyikan terbang sampai lupa kalau mereka juga harus menapak bumi :-D, lalu efeknya wartawan sendiri yang rugi, karena bisa jadi berita-beritanya yang "menyulut" mampu mengobarkan aura kebencian di pihak-pihak yang bersebrangan, sehingga pihak-pihak itu yang akhirnya ingin menyingkirkan sepak terjang si wartawan dengan jalan pintas yaitu membunuhnya.


Lalu seberapa besar sih berita-berita yang ditulis wartawan atau blogger itu membentuk opini publik? Oh...besar banget. Misalnya satu wartawan membuat berita fenomenal, dan beritanya memang benar, lalu semua pembaca percaya, sehingga isyu menjadi seolah dibuat bergerak ke arah sana, dan memancing wartawan lainnya untuk membuat berita yang mengarah ke sana juga dengan reportase yang lebih mendetail supaya pembaca nya lebih suka dengan bacaan dia, ketika semua wartawan berpikir yang sama akhirnya seluruh berita yang beredar membahas isyu yang sama dengan "bumbu" yang berbeda-beda, naah...saat itulah opini publik sudah sukses terbentuk. Sama juga dengan blogger, ketika seorang blogger membuat satu tulisan, lalu tulisan itu disukai, maka tulisannya akan dishare kemana-mana, makin lama membuat trending topic di antara para blogger, sampai akhirnya opini publik digiring ramai-ramai mengikuti trend yang berkembang, dan opini publik pun terbentuk dari situ. Nah...betapa dahsyatnya kan peran wartawan dan blogger dalam membentuk opini publik, itu baru untuk berita baik, ngga kebayang kalau yang dibentuk opini publik itu sebuah berita buruk yang dapat membuat panas suasana, dan memancing emosi, bisa-bisa kerusuhan terjadi dimana-mana.



Dari uraian panjang di atas, menyeret saya pada sebuah kesimpulan, betapa bebas tanpa kontrol itu bisa berbahaya, jadi untuk para pekerja pers (wartawan) terutama untuk blogger juga, semoga kita mampu jadi orang-orang yang bertanggung jawab pada tulisan yang kita buat, mampu memfilter mana yang baik dan mana yang buruk yang harus kita sebarkan kepada pembaca. Jangan terburu nafsu menulis berita hanya untuk cari sensasi tapi malah meresahkan banyak orang, tapi juga jangan sampai takut menyampaikan sebuah kebenaran. Hanya pastikan bijak dalam menyebar informasi, sehingga masyarakat tidak resah. Ketika kita semua mampu melakukan kebebasan berekspresi dan berinformasi yang bertanggung jawab, maka stabilitas keamanan juga dapat tercipta. Dan kondisi ini sangat kondusif untuk mendukung berjalannya Komunitas ASEAN 2015 nanti.



Comments

Popular posts from this blog

Adlerian Therapy (Alfred Adler 1870 - 1937)

Review "Out of The Truck Box"

Kemandirian Financial Vs Kemandirian Psikologis, Lebih Baik yang Mana Dulu ?