Ke Jakarta Aku Kan Kembali (bukan judul lagu)

Finally.....sampe finish juga. Yup....hari ini jadi hari ke 10 dalam event 10 hari ngeblog tentang ASEAN. Pelajaran penting berikutnya yang berhasil saya petik dari event ini adalah, selain sebagai moment pendobrak rasa takut saya untuk mulai menulis lagi, juga gara-gara event ini saya jadi sadar, fyuuuh....ternyata tugas-tugas pemimpin negara itu berat yaa, saya yang cuma 10 hari numpang mikirin aja udah mumet, padahal itu juga cuma bantuin mikirin yang belum tentu bener, dan saya ngga bertindak secuilpun, kalau kata istilah orang jaman sekarang, saya ini cuma "OMDO" alias ngomong doang, mendadak ngebayangin para pemimpin yang harus mikir, harus bertindak, terus kalau salah dimarahin rame-rame deh sama rakyat...heu..heu. Ayo para pemimpin negri, mari luruskan niat lagi, biar semua beban terselesaikan, kerja lebih semangat, hati lebih ikhlas, dan Indonesia makin jaya, ASEAN makin berkibar. Ehem....batuk-batuk...hei...hei...Ren....banguuun, emang kamu siapa?? ahahaha, caleg wannabe kali yaa..wkwk. Oke...mari kita menengok tema yang diminta admin hari ini, lengkapnya adalah sebagai berikut :


  • Tema : Jakarta, Diplomatic City of ASEAN
  • Indonesia adalah negara terakhir yang dijadikan tema dalam lomba Blog #10DaysforASEAN yang diadakan oleh ASEAN Blogger Chapter Indonesia bersama dengan beberapa sponsor di antaranya US Mission.
  • Untuk tema kali ini dipilih Jakarta, ibukota negara Indonesia, yang juga menjadi markas ASEAN Secretary bertempat di Jalan Sisingamangaraja 70 A, Jakarta Selatan.  Keberadaan markas ASEAN Secretary di Jakarta merupakan suatu kepercayaan bahwa Indonesia bisa menjadi penghubung antar negara-negara anggota ASEAN atau Diplomatic City of ASEAN.
  • Menurut teman-teman blogger mengapa Jakarta bisa terpilih sebagai Diplomatic City of ASEAN? Apa dampak positif dan negatifnya bagi Indonesia khususnya Jakarta? Kesiapan apa saja yang perlu dilakukan oleh Jakarta sebagai tuan rumah dari Perhimpunan Bangsa-bangsa ASEAN ?
Setelah selama 9 hari saya wara-wiri ngomongin 9 negara anggota ASEAN yang lain, akhirnya tiba juga saatnya saya harus ngomongin negara sendiri, Indonesia, lebih tepatnya kota Jakarta (seperti yang diminta admin). Hmm...membicarakan kota Jakarta saat sedang tidak berada di Jakarta rasanya beda banget deh, karena Jakarta adalah bagian dari Indonesia, negara tempat saya lahir dan tumbuh besar, biasalah orang-orang yang lagi ga di Indonesia, justru nasionalisme nya mendadak berlipat, teori lama selalu begitu kan, keberadaan sesuatu itu baru akan terasa justru saat tidak ada. Jadi buat yang udah "empet" banget dengan kocar-kacirnya Indonesia, kabur dulu deh sebentar keluar dari Indonesia, dijamin deh kangen, apalagi buat yang masih doyan nasi kayak saya, keluar sebulan aja dari Indonesia udah galau ga jelas deh ahahah :-P.

Jujur saya akui, sejak saya kenal Kuala Lumpur, dan Singapura, saya baru tahu betapa tidak tertibnya hidup saya selama masih di Indonesia, secara begitu nyampe disini saya tersiksa dengan semua yang namanya hidup tertib, berasa kayak masuk penjara wkwk. Tapi Kuala Lumpur mah masih mendingan ding dibanding Singapura yang serba teratur, diem disana 3 hari aja, saya udah pengen pulang, sedikit-sedikit denda, mana apa-apa mahal, berasa jadi kayak orang miskin banget kalau udah nyampe Singapura...wkwk. 

Yup....tanpa saya sadari ternyata saya begitu menikmati ketidaktertiban yang ada di Indonesia, yang dulunya mati-matian saya cela ketika saya masih di Indonesia. Jadi inget omongannya seleb terkenal kita Daniel Mananta, yaitu "Dam* I Love Indonesia. Bener banget ternyata, saya kangen dengan semua hiruk pikuk nya Indonesia, sering kangen dengan makan dipinggir jalan saat di Indonesia. Secara nyampe sini, ga semua makanan yang kita temui di pinggir jalan, bisa kita nikmati on the spot, karena terkadang, tempat makan itu jauuuuh banget dengan tempat parkir, maksudnya bagus sih biar lebih rapih, tapi kadang mau memburu makanan favorit udah keburu ilfil duluan hanya gara-gara sibuk cari tempat parkir ahaha. Pernah tuh kejadian, saya males berburu parkiran, jadi nyimpen mobil sembarangan aja deket tukang gorengan, karena saya pikir beli gorengannya ga lama, eeehhh....ternyata kena tilang....huhuhu. Itu baru salah satu contoh salah satu ketidaktertiban Indonesia yang saya kangenin, masih banyak deh yang lain-lainnya lagi. Semoga cuma saya aja yang kangen dengan acak-acakkannya Jakarta (Indonesia), kalau seluruh warga Indonesia kayak saya, kapan negara saya mau maju dong yah....ahahah kacau. Yah...kebiasaan buruk yang terlalu lama melekat ternyata berubah jadi karakter yaa, jadi begitu dihadapkan pada kondisi yang ideal malah berasa kayak dipenjara....wkwk...halah.

Oke....mari kembali ke tema, seperti yang sudah dipaparkan di atas, mengapa Jakarta jadi The Diplomatic City of ASEAN, lalu apa dampak positif dan negatifnya bagi Indonesia, terutama kota Jakarta.

Dilihat dari sejarah pembentukan ASEAN sendiri yang awalnya diprakarsai oleh 5 negara, dimana Indonesia menjadi salah satunya, serta menempatkan Jakarta sebagai sekretariat ASEAN dari sejak tahun 1976 ( lihat liputan 6.com ), bisa jadi merupakan salah satu alasan mengapa Indonesia dipilih menjadi Kota Diplomatik ASEAN.

Alasan yang lainnya yaitu berdasarkan hasil dari KTT ASEAN yang ke 21 saat diadakan di Kamboja, terbentuklah RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) yang merupakan sebuah kerjasama kemitraan antara sepuluh negara anggota ASEAN dengan enam negara mitra Free Trade agreement (FTA) ASEAN, yaitu Australia, India, Korea Selatan, RRC, Jepang dan Selandia Baru. Tujuan pembentukan RCEP sendiri adalah untuk mewujudkan kawasan ekonomi masa depan yang mampu menjadi motor perekonomian dunia. Dimana negara Indonesia dipilih sebagai negara koordinator yang diharapkan oleh seluruh negara anggota ASEAN dapat memperjuangkan kepentingan ASEAN dan memastikan dapat memberi manfaat serta tetap mempertahankan sentralitas ASEAN. Kerja sama RCEP ini juga diharapkan dapat memberikan peluang bisnis yang lebih besar bagi ke 16 negara cakupan. Kawasan ke 16 negara ini memiliki populasi lebih kurang 3,3 miliar jiwa dengan total GDP sebesar USD 19,7 triliun. (lengkapnya dapat dilihat disini).

Selain 2 alasan di atas, banyaknya negara-negara sahabat yang sudah memiliki kantor perwakilan di Jakarta juga menjadi alasan cukup kuat, yaitu sebanyak 54 perwakilan negara sahabat di Indonesia yang duta besarnya terakreditasi sebagai duta besar untuk ASEAN yang memiliki Sekretariat ASEAN di Jakarta. Menurut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, peran kota Jakarta bisa seperti Manhattan tempat Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, dimana di sana juga ada perwakilan tetap negara anggota PBB dan ada juga perwakilan diplomatik berupa konsulat mereka untuk Amerika Serikat. Kondisi serupa ada di kota Geneva, Swiss, tempat perwakilan sejumlah besar negara yang menjadi anggota PBB. Ataupun Brussels di Belgia yang menjadi ibu kota bagi Uni Eropa (sumber kompas.com ).

Nah....membaca uraian di atas, berdasarkan alasan sejarah (sebagai negara pemrakarsa) alasan ekonomi (sebagai negara koordinator ASEAN dalam kesepakatan RECP), dan alasan banyaknya negara sahabat yang sudah memiliki kantor perwakilan di Jakarta, sudah cukup menjadi dasar yang kuat mengapa Jakarta layak disebut sebagai Kota Diplomatik ASEAN. Betapa negara-negara ASEAN berharap besar pada Indonesia, terutama kepada kota Jakarta, akan membantu kelancaran semua program kerja ASEAN yang sudah disepakati bersama.

Lalu apa dampak positif dan negatifnya terhadap Indonesia, khususnya bagi kota Jakarta jika ini terjadi?. Dampak positifnya tentu saja akan membuat laju ekonomi menjadi semakin berkembang pesat, dan ketika sektor ekonomi berkembang pesat, sektor yang lainnya semisal pendidikan, pariwisata dan budaya akan mengikuti perkembangannya. Sedangkan dampak negatifnya adalah, serbuan peluang investasi akan terjadi, karena pasar ekonomi akan mendadak terbuka luas, dan jika ini tidak tertangani, bisa jadi kota Jakarta hanya akan jadi penonton majunya negara lain berinvestasi, dimana kita menjadi asing di negeri kita sendiri, karena investasi asing mampu mengalahkan pasar lokal, dan kejadiannya ada justru ada di kota kita sendiri, Jakarta. Semoga kita mampu menangani serbuan peluang investasi nanti dengan baik.


Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, siapkah Jakarta menjadi tuan rumah perhimpunan bangsa-bangsa ASEAN nanti?

Kalau ditanya siap atau tidak, dengan tanggung jawab yang sudah dibebankan segitu besar kepada kita negara Indonesia, itu artinya kita harus siap menjadi tuan rumah. Lalu kesiapannya bagaimana?. Yang jelas sarana infrastruktur yang menunjang pelaksanaan pertemuannya nanti harus segera disiapkan dari sekarang. Karena ini menyangkut image yang akan dibentuk oleh semua negara-negara anggota ASEAN terhadap kita, ketika image nya bagus saat pelaksanaan berlangsung, otomatis akan membangun kepercayaan penuh semua negara anggota ASEAN terhadap kinerja kita, khususnya kota Jakarta yang nantinya akan menjadi kota Diplomatik bagi seluruh negara ASEAN.


Kira-kira apa saja yang harus disiapkan?  yang paling jelas terlihat, yaitu kemacetan. Jangan sampai pas pelaksanaan nanti, kemacetan menjadi hambatan besar dalam berbagai hal. Kabarnya kemacetan di Jakarta kalau dilihat dari kerugian biaya bisa mencapai milyaran rupiah, karena dengan adanya kemacetan, bahan bakar yang terbuang sangat banyak, belum ditambah waktu yang hilang, dimana waktu yang dihabiskan untuk menghadapi macet seharusnya mungkin dapat digunakan untuk deal-deal kerjasama investasi, dan semua jadi berantakan hanya karena satu hal, macet....oh..No. Belajar dari tempat saya tinggal sekarang, Kuala Lumpur, dimana disini juga kerap terjadi kemacetan, namun masih dalam batas wajar. Hal ini saya amati terjadi karena pemerintah kota Kuala Lumpur rajin sekali membuat jalan layang, walaupun gara-gara ini kadang sering membuat saya menggerutu karena jarak tempuh menjadi lebih jauh akibat harus berputar-putar, tapi ini ternyata sangat efektif mengurangi macet. Satu hal lagi, disini tidak ada angkot, dan hanya LRT yang digunakan sebagai transportasi umum. Rasanya kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah Jakarta sudah cukup oke ya dan mengarah seperti sistem yang dimiliki Kuala Lumpur, hanya mungkin teknisnya harus sedikit disempurnakan.


Hal lain yang harus diperhatikan juga adalah kebersihan, dengan image Jakarta yang bersih, membuat semua negara ASEAN merasa segan. Sama deh dengan perasaan saya ketika masuk ke kota Singapura yang luar biasa bersih, baru beberapa menit saja diam disana sudah ada perasaan hormat dan berusaha taat dengan aturan main yang ada, karena melihat kota nya yang sangat bersih. Apalagi dengan aturan denda disana-sini kalau kita berani buang sampah sembarangan, membuat saya makin merasa ingin hormat dengan aturan main yang ada di negara itu. Kira-kira Jakarta berani ga bikin denda dimana-mana biar kotanya mendadak bersih? :-D


Sedangkan untuk kelengkapan sarana infrastruktur walaupun tidak boleh dianggap sepele namun bolehlah lebih optimis dalam hal persiapannya, karena peer terbesar Jakarta justru kemacetan dan kebersihannya itu. Adapun masalah laten yang masih jadi pikiran yaitu banjir, justru berpangkal dari kebersihan juga, kalau hidup bersih sudah jadi budaya, sampah pun tidak akan mampir ke sungai-sungai dan tempat pembuangan air, sehingga urusan banjir pelan tapi pasti akan selesai.

Oke....setelah berpanjang-panjang ria dengan rencana, seperti biasa do'a jangan pernah lupa, karena dengan do'a yang kuat insya allah semangat dan langkah kita juga lebih kokoh dan terarah saat "membumikan" semua rencana. Selanjutnya mari kita terus optimis bahwa Jakarta akan mampu menjadi tuan rumah yang baik untuk perhimpunan bangsa-bangsa ASEAN, sekaligus juga mampu menjadi Kota Diplomatik ASEAN, sehingga akan membuat seluruh negara-negara ASEAN yang datang ke Jakarta akan bersenandung seperti kutipan lagu nya Koes Ploes "Ke Jakarta Aku Kan Kembali"


Comments

Ade Anita said…
dan akhirnya aku harus mengatakan: Dam** i love jakarta
rena puspa said…
wkwkwk....tp org2 jakarta yg pindah ke sini mengaku lbh betah disini, soale disini jarang macet, entahlah aku anomali kli yee :-p

Popular posts from this blog

Adlerian Therapy (Alfred Adler 1870 - 1937)

Review "Out of The Truck Box"

Kemandirian Financial Vs Kemandirian Psikologis, Lebih Baik yang Mana Dulu ?